Rabu, 02 Januari 2013

Status ~Part 5 (END)

Lily menarik kopernya dengan tergesa gesa. Ia baru saja keluar dari taksi, Ia sudah menjual mobilnya, yang mengantarkannya ke airport. Sekarang Ia sudah memasuki bandara megah ini. Tak dipedulikannya orang yang hampir terjatuh karena Ia melesat sangat cepat. Dipikirannya kini hanya ada satu. Ya, segera meninggalkan negara ini.

Ia bermaksud untuk pergi jauh ke luar negeri. Ia merasa begitu bersalah kepada Putra. Bukan maksudnya untuk menyelakakan Putra, targetnya malah tak terluka sedikitpun karena kejadian saat itu. Malah orang yang dicintainya yang terkena.

Ia pergi bukan karena ingin kabur dari kejaran polisi. Tapi Ia pergi karena Ia merasa itulah hukuman yang pantas baginya. Meninggalkan semua kehidupannya dan semua orang orang terkasihnya. Ia tahu suatu saat pasti akan ada polisi yang mengetuk rumahnya. Tapi tak apa, memang itu pantas baginya.

***

Putra kini terduduk lemah di kursi roda yang didorong Tira. Ia masih perlu dirawat di rumah sakit. Kecelakaan itu menyebabkan benturan hebat dikepalanya. Ya untungnya benturan itu tidak sampai membuatnya amnesia. Beruntung sekali nasibnya.

Putra kini masih belum sembuh total, karena itu Ia masih harus duduk di kursi roda yang menghalang geraknya ini. Tapi dokter membolehkan Tira untuk mengajak Putra berjalan sejenak karena memang itulah yang dibutuhkan Putra agar cepat sembuh dan pulih. Mengirup udara segar, bukannya udara kamar inap. Melihat tanaman segar yang subur dan hijau, bukan kamar sempit bertembok pucat. Dan mengobrol bersama sahabatnya. Itu yang terpenting.

Tira kini mendorong kursi roda itu ke taman belakang. Ia merasa itulah tempat yang cocok untuk pemulihan Tira.

Sejak Putra di rawat, Tira memperpanjang izinnya untuk mendelay jadwal syuting. Yang tentu saja diiyakan PH. Mereka masih tak keberatan menunggu Tira sampai benar benar bebas dan bisa melanjutkan syuting dengan tenang. Tira memang mendedikasikan waktunya kini untuk Putra. Tira tak pernah meninggalkan Putra sedetik pun. Ia selalu menemaninya dan mensupportnya.

***

Dear, Haekal

Mungkin saat kamu udah baca surat ini, aku sudah mendekam di penjara. Ya kamu tahu kenapa? Aku mohon maaf atas ini terlebih dahulu. Aku mohon maaf sebesar besarnya. Aku memang bukan orang baik. Aku menghalalkan apapun untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku memang bodoh. Aku tahu aku sudah terlalu jauh dari Tuhan. Mungkin jika aku sekarang kembali menghadap-Nya, Ia mungkin tak akan melirikku walau hanya sepersecond. Ya aku memang orang jahat yang bodoh dan lupa diri.

Berat untuk aku mengakui ini. Tapi bagaimanapun kamu harus tahu apa yang sebenernya terjadi. Maafkan aku. Maaf.

Aku terlalu mencintai mu sampai cinta itu membuat ku buta. Saat Tira dirawat, aku memang sengaja membuat mu agar tak bisa bertemu dengannya. Aku senang sekali saat siasat pertama ku berhasil dengan mulus. Namun itu ternyata tidak lama. Setelah aku memberikan kamu segala yang aku punya, akhirnya kamu malah kembali lagi kepada Tira dan tak melirik ku lagi sama sekali.

Hingga pada waktu itu, aku tak tahan melihat mu dengan Tira. Kalian berjalan mesra sekali di Taman. Aku melihat dari kejauhan. Aku sakit saat itu. Aku bermaksud ingin mencelakakan Tira. Tapi malah kamu yang menjadi korban kebodohan ku. Aku tak bermaksud. Sungguh.

Aku tahu, setelah aku mengakuinya. Kamu pasti akan sangat marah pada ku sekarang. Dan kamu akan dendam kepadaku. Tapi tak apa. Memang itulah yang pantas untuk didapatkan oleh seseorang seperti ku.

Kini aku sudah tidak satu langit dengan mu. Sudah tidak satu pijakan dengan mu. Aku sudah pergi ke luar negeri beberapa saat setelah kejadian itu. Aku ingin menghukum diriku dengan tidak berada di sekitar mu dan seluruh kehidupan berharga ku. Ya kini aku masih menunggu polisi yang mengejar ku. Atau mungkin pada saat kamu membaca surat ku, aku sudah mendekam dipenjara.

Maafkan cinta ku. Maafkan kegilaan ku. Maafkan kebodohan ku. Maafkan kejahatan ku. Maaf.

Your trouble

LILYANA

Putra langsung merobek kertas surat yang baru sampai di tangannya itu. Kesal dengan pengakuan lily. Ya, sebenarnya Ia juga pasti akan lebih kesal jika mengetahuinya bukan dari lily langsung. Tapi sekarang dia benar benar sudah kesal duluan. Segera Ia ke tempat pembantunya biasa membakar sampah, Ia langsung membuang robekan surat tulisan tangan Lily itu ke sana. Tak peduli lagi Ia dengan gadis itu.

Putra menyesal pernah sesaat menyukai gadis yang selalu menemaninya itu. Hal yang tak akan dia dapatkan di keadaan biasa dari Tira. Tira sama saja sibuknya dengan dia.

Tira kini sudah kembali ke kesibukan syutingnya, setelah film yang Ia bintangi beberapa waktu lalu, rating film itu dengan cepat naik. Manegernya pun menjadi kewalahan dengan job yang datang seperti hujan. Ya, banyak sekali PH yang ingin mengontraknya.

Putra sekarang sudah kembali sibuk ke kegiatannya, dan kali ini Ia tak harus stres dengan itu. Karena Ia sudah sadar dengan pengobat hatinya yang sebenarnya, Tira.

Memang mereka masih belum berpacaran. Tapi setidaknya mereka saling tahu perasaan masing masing. Dan saling mengerti satu sama lain. Jadi ini apa bedanya dengan pacaran?

***

"Tir. Aku sebenernya sih gak keberatan dengan hubungan kita yang kaya gini. Cuma gimana ya. Aku masih ngerasa ada yang kurang diantara kita." Putra memulai percakapan setelah mereka duduk di bangku taman kota, di senja yang indah ini. Pengunjung taman sore ini tak begitu ramai. Itu membuat mereka merasa nyaman berdekatan berdua sekarang. Tapi itu tak mengubah cara berpakaian Tira. Ia tetap mengutamakan karirnya dengan memakai syal dan kacamata hitam. Ia tak mau sampai ada yang melihat dan akan menimbulkan sensasi nantinya.

"Apa yang kurang Ra?" Tira menjawab dengan pandangan tetap kedepan. Ia tak tahu kemana arah pembicaraan ini akan berjalan.

"Ya, kurangnya, aku masih takut untuk deket sama kamu karena status kita yang cuma sahabat. Aku juga gak berhak cemburu kalau kamu deket deket sama cowok lain. Bukan maksud ku kekanak kanakan. Tapi aku cuma berusaha jujur aja Ra." Putra kini sudah menatap Tira yang masih menghadap ke depan.

"Hmm. Ra. Itu juga sih yang aku rasain pas kamu masih deket sama Lily. Aku sadar betapa pentingnya status itu. Aku gak bisa cemburu saat itu. Aku sadar sekarang, setiap status itu emang gak sama." Tira kini menunduk. Menyadari kegegabahannya menilai sesuatu.

"Jadi Ra. Boleh aku jadi kekasih kamu?" Putra langsung saja mengatakan kalimat itu dengan mulus. Tira yang tadi menunduk kini langsung menatap Putra. Ia menatapnya dalam. Dalam sekali. Seperti Ia bisa melihat kedalam mata Putra. Lalu seketika tersenyum. Dan yang terjadi selanjutnya, Putra sudah dipeluknya erat. Erat sekali.

"Ya Ra. Ya!" Tira berkata dengan tidak melepas pelukannya. Setelah mendengar itu, Putra seketika membalas pelukan Tira dengan erat.

Lama. Lama. Lamaaa sekali. Sampai akhirnya Tira berkata.

"Aku bisa merasakan detak jantung mu Ra." Lalu seketika Ia tertawa. Tapi tak melepas pelukannya.

"Aku juga. Detak jantung mu kuat sekali Ra. Kamu deg degan ya? Hahahahaha. Aku juga Ra." Kini Tira melepas pelukannya perlahan. Dan menatap Putra dengan tatapan bingung.

"Kamu lucu Ra. Lucu!" Sejurus kemudian Putra kembali memeluk Tira.

"Tuhan. Jika ini mimpi, jangan bangunkan aku dari tidur ku. Jika ini kenyataan. Hentikan lah waktu saat ini juga untuk kami."  Hati mereka berkata.

Ya. Cinta butuh status. Jika tidak. Itu hanya akan menyakiti hati mu. Semakin sakit dan semakin sakit. Nyatakanlah cinta mu sekarang! :))

~~END~~