Tira berjalan sendiri di tepi pantai yang sangat indah. Airnya jernih sekali. Pasir putih lembut menopang kakinya. Ia senang sekali berada di pantai ini. Ia seperti merasakan ada di surga kali ini. Senyum indah merekah di bibirnya. Ia berjalan terus, berjalan menikmati indahnya pantai. Ia mengira hanya ada dia seorang di pantai indah ini. Namun, semakin jauh Ia berjalan, dilihatnya siluet seorang lelaki yang sangat dikenalnya. Ya, Putra. Ia begitu gagah dengan baju putihnya.
Putra berjalan mendekat ke arah Tira. Hingga datang seorang gadis memakai dress putih selutut berlari dari belakang Putra. Ia menarik tangan Putra. Putra melihat ke arah gadis itu. Gadis itu mengajaknya pergi menjauhi Tira. Awalnya Putra ragu, tapi gadis itu meyakinkannya. Dan Putra akhirnya berbalik dan mengikuti gadis itu.
Tira mencoba berlari mengejarnya. Tapi semakin kencang Tira berlari, bayangan Putra semakin jauh meninggalkannya. Ia menangis. Ia masih saja berlari hingga bayangan Putra tak tampak sama sekali. Ia menangis. "Raaaa! Raaaaa! Putraaaa!!"
***
"Raaa! Raaa! Putraa!" Tira berteriak teriak dalam mimpinya. Orang tua Tira segera mendekatinya yang kini sedang berbaring di ranjang putih rumah sakit. Ya, Ia sedang dirawat sekarang. Karena kecelakaan waktu itu membuatnya shock dan harus dirawat. Kakinya terluka cukup parah karena sempat terinjak-injak oleh fans Tira kala itu.
"Tira, mama di sini. Yuk bangun yuk." Air mata perlahan sudah keluar dari pelupuk mata Rossa, Ibunda Tira. Rio, Ayah Tira, segera merangkulnya. Tangannya masih memegang lembut tangan Tira.
Sudah satu minggu Tira koma. Setiap malam Ia selalu memanggil manggil Putra. Ya, Putra tak pernah bisa membesuk Tira, karena Ia sedang sibuk dengan orkestranya, Ia hanya mengantarkan Tira ke rumah sakit saat kecelakaan itu terjadi. Tapi setelahnya Ia tak pernah lagi datang ke rumah sakit. Selain karena orkestranya, ini juga karena Lily yang selalu bisa menghalanginya untuk pergi ke rumah sakit.
Selama rentang waktu tujuh hari ini, Rossa sudah berkali kali menghubungi Putra agar bisa datang. Tapi, Ia selalu saja punya alasan yang cukup kuat untuk menolaknya.
Kini Rio sudah tak tahan lagi dengan sikap Putra. Ia bermaksud untuk pergi ke studio Putra. Segera Ia mengambil kunci mobilnya dan tanpa pamit kepada Rossa, langsung saja ia berjalan keluar dan menyalakan mobilnya.
***
Sekarang pukul 07:35 PM, Rio yakin Putra masih ada di studio nya. Sebab, Rossa selalu menelpon Putra sekitar jam 7. Dan saat itu Putra selalu berkata bahwa ia sedang sibuk menyiapkan komposisi baru untuk orkestranya.
Setelah sampai di pintu studio, Rio yakin bahwa pintunya tak dikunci, langsung membuka pintu itu. Seorang yang sepertinya rekan kerja Putra menyambut kedatangan Rio yang tiba-tiba.
"Maaf, Pak. Tapi Putra sedang tidak bisa diganggu. Karena dia sedang sibuk sekali." Lelaki itu menghalangi Rio. Tapi Ia seakan tak mendengar malah langsung saja masuk ke ruang kerja Putra.
Pintu yang lagi lagi tak dikunci langsung dibuka oleh Rio. Langsung ditangkapnya pemandangan tak menyenangkan. Putra yang sedang sibuk mencoret coret partitur di depannya tak merasa terganggu dengan seorang gadis yang duduk di pegangan kursi dan merangkul mesra Putra.
Mereka terkejut saat mengetahui siapa yang datang. Putra segera berdiri dan berniat untuk menyapa Rio dengan ramah.
"Ooh. Ternyata kamu sibuk bercumbu ya di sini. Wah kasihan sekali anak semata wayang saya yang sudah seminggu tak sadar dan terus memanggil nama seorang bajingan seperti kamu!" Putra yang masih kaget hanya terdiam melihat Rio yang sudah berjalan keluar dengan kesal.
Putra hendak berjalan keluar bermaksud untuk pergi menemui Tira, malah ditahan oleh tangan halus Lily. Ia resah dan langsung melepaskannya dengan kasar.
Putra segera masuk ke mobilnya dan langsung mengunci pintu mobilnya. Ia tahu bahwa Lily pasti akan ikut bersamanya. Sebelum Lily sampai ke mobil Putra, juke merah itu sudah melesat kencang meninggalkan Lily di sana.
***
"Raaa! Raaa!" Tira kembali menggigau menyebut nama Putra.
Putra yang baru melangkahkan kaki di ruang tempat Tira dirawat, bergerak menuju ranjang. Ia menggenggam tangan Tira yang kini sangat dingin dan pucat. Ia dapat merasakan rasa sakit Tira. Ia sangat menyesal kenapa selama ini tidak datang membesuk Tira.
"Raa. Aku di sini. Bangun yuk. Raa?" Putra membisikkan kalimat itu ditelingan Tira. Ia hampir saja menangis saat berselang setengah jam dan Tira masih belum bangun juga.
Tangan hangat Putra kini sudah tak bisa menghangatkan tangan Tira. Malah yang ada tangan Putra yang mendingin sekarang.
Rossa dan Rio yang dari tadi hanya memperhatikan Putra kini bermaksud untuk keluar agar tak mengganggu usaha Putra.
Putra yang sudah mengambil tempat duduk, dan duduk disamping Tira sambil masih menggenggam tangan Tira kini mempererat genggamannya.
Satu jam berlalu, Tira masih tak menunjukkan tanda tanda Ia akan bangun. Putra akhirnya tertidur di ruang rawat inap ini.
Jam yang ada bergantung di dinding ruang VIP ini sudah menunjukkan pukul 01:37AM. Putra sudah terlelap dengan kepalanya ditopang di atas ranjang.
"Raa." Terdengar suara halus Tira yang langsung membangunkan Putra. Segera ia meluruskan posisi kepalanya yang sudah nyeri karena posisi tidurnya yang asal. Dilihatnya mata Tira sedikit demi sedikit terbuka. Seulas senyum tampak di bibir pucat Tira.
Putra langsung memeluknya saking senangnya. "Akhirnya kamu bangun juga Ra. Gimana? Enak istirahat satu minggunya?" Putra masih bisa membuat lelucon saat ini. Ya, itu yang dibutuhkan Tira agar sembuh.
"Seminggu? Rasanya seperti hanya satu jam, Ra. Bener seminggu? Wah enak ya rasanya tidur seminggu." Tira sangat santai mengucapkan kalimat itu.
"Iya kamu enak. Tapi kami yang cemas karena kamu gak bangun bangun." Sekarang Putra memasang tampang seakan akan Ia marah. Padahal Ia sendiri baru mencemaskan Tira malam ini. Selama seminggu lalu Putra tak pernah terlihat cemas sedikitpun. Malah hanya sibuk dengan komposisinya.
"Haha. Maaf maaf."
***
Putra kini sudah tak terlalu memikirkan orkestranya. Lily pun sudah diabaikannya. Karena Ia sudah tahu bahwa perasaannya ke Lily bukan apa-apa. Dan keberadaan Lily hanya mengganggu hubungannya dengan Tira. Ia sekarang fokus untuk menemani Tira dalam masa pemulihannya. Tira masih harus berjalan dengan bantuan tongkat. Kakinya masih belum pulih sempurna.
Sore ini pukul 05:00PM. Putra mengajak Tira untuk berjalan jalan sejenak ke taman kota. Ia ingin menyenangkan hati Tira agar ia bisa segera kembali beraktivitas seperti biasa. Dan kembali melanjutkan syuting filmnya.
Ya, film yang dibintangi Tira terpaksa diundur proses syutingnya. Karena memang Tira adalah pemeran utama dari film itu. Pihak PH (Production House) tidak berniat untuk mengganti pemain karena mereka sudah merasa sangat cocok dengan Tira. Tira memang sangat profesional dalam menjalankan tugasnya. Sikap itulah yang selalu disenangi setiap PH yang menjadikan Tira sebagai bintangnya.
Tira dan Putra kini sudah duduk santai di taman. Ditemani awan mendung yang bersahabat. Tak hujan dan juga tak panas. Mereka kini sedang berbincang ringan sambil melihat anak anak kecil yang bermain main riang di depan mereka. Tira sangat senang melihat anak kecil. Ia merasa sangat hidup kali ini.
Di kejauhan, Lily melihat mereka dengan mata tajam. Tampak sekali ketidak senangannya melihat mereka berdua. Diam diam Ia sudah merencanakan sesuatu untuk mencelakakan Tira.
"Ra. Balik yuk. Udah sore nih." Tira langsung mengiyakan ajakan Putra. Tira juga sudah kedinginan di sini. Mereka berjalan menuju mobil Putra dengan lamban.
Lily yang daritadi memperhatikan mereka kini masuk ke dalam mobil yang disewanya. Ia sengaja tidak memakai mobilnya kali ini. Ya, otak jahatnya bermain sekarang. Tak ada Lily yang baik hati lagi setelah ia menemukan sesuatu yang bernama cinta. Cinta itu sudah membutakan mata Lily seutuhnya.
***
Putra membawa mobilnya dengan laju sedang. Putra tidak memakai safety belt karena Ia sudah terbawa perbincangan dengan Tira. Sambil masih berbincang dengan Tira, matanya tak pernah berpaling dari jalan. Hingga ia melihat sebuah mobil yang datang dari arah berlawanan hendak menabraknya. Ia langsung saja membanting setirnya. Tapi celakanya mobil itu malah menyerepet mobilnya hingga terpental ke trotoar dan menabrak pohon.
Putra yang tak memakai safety belt langsung terpental ke setir. Entah kenapa air bagnya tak berfungsi kali ini. Kepala Putra yang terkena setir langsung mengeluarkan darah segar. Ia seketika pingsan.
Tira, yang selamat karena memakai safety belt dan memang sikap Tira yang sayang pada dirinya, shock melihat Putra hanya terpaku. Ia masih duduk di mobil yang sudah mengeluarkan asap tebal di bagian depan.
"Raaa! Putraaaaa!! Raaa! Bangun Raaa! Raaaa!"
~to be continue...