Minggu, 23 Februari 2014

Love Hurts -Part 1


"Aku bahkan gak tau warna kesukaanmu.Aku gak tau apapun tentang kamu.Secepat itu kamu bilang suka?Mungkin aku jahat.Tapi aku gak bisa.Maaf.Gak usah hubungi aku lagi."Gadis itu mengakhiri panggilannya. Segera ia mematikan handphonenya. Lalu dilemparnya handphone itu sembarangan di kasurnya.Ia memeluk kakinya. Menenggelamkan mukanya, menenggelamkan tangisnya.
Gadis itu menangis.Berpikir mengapa dia terlalu jahat seperti ini. Mengapa Ia sangat mudah menyakiti orang lain. Ia sangat takut dengan balasan apa yang akan didapatnya. Tapi, Ia juga tak ingin menyakiti dirinya dengan membohongi perasaannya.
Terlintas dipikirannya untuk meminta maaf kepada pemuda yang baru saja Ia tolak dengan kejam dan mengatakan untuk mencoba kembali. Tapi Ia urungkan niat itu. Jika Ia melakukan hal yang tidak sesuai dengan hatinya, tentu hal ini juga tidak akan berjalan baik. Ia malah akan lebih menyakiti orang lain.Di sinilah Ia. Menangis hingga terlelap.
***

Lydhiana. Sebuah kata yang merupakan nama lengkapnya. Terlalu simpel memang. Namun gadis pemilik nama ini tak sesimpel namanya. Ia orang rumit yang selalu memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya jika Ia melakukan suatu hal. Ia selalu berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu.
Hari ini adalah hari terakhir masa libur panjangnya sekaligus hari dimana Ia memasuki sekolah barunya. Ia baru saja tamat sekolah menengah pertama.  Ia tentu saja melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Ia sudah terdaftar di sebuah sekolah ternama di Kotanya. Sebuah sekolah tempat Ia menggantungkan harapannya. Ia berharap sekolah itu bisa mengantarkannya ke perguruan tinggi yang ia inginkan nantinya.
Lydhiana tidak sendirian di sekolah itu.Sekolah lamanya juga merupakan sekolah favorit yang berhasil menghantarkan murid-muridnya ke SMA yang baik.Seperti sekolah Lydhiana saat ini.
Harapan Lydhiana hanyalah bisa sekolah dengan baik dan bisa sampai ke universitas yang Ia inginkan. Hanya itu inginnya. Tak sedikitpun Ia berpikir tentang kehidupan masa SMA yang sering diumbar, tentang kehidupan SMA yang tak terlupakan katanya. Tak pernah terpikir baginya untuk melewati masa SMAnya dengan berhura-hura.
***

Hari itu tiba juga.Hari pertama memasuki sekolahnya yang baru.Merasakan suasana baru.Tak seorang pun yang tidak tahu tentang tradisi di hari pertama sekolah.Ya, MOS. Masa yang paling tidak diinginkan oleh seorang junior pun.Tapi saat itu lah masa yang paling dirindukan oleh para senior.Terlintas di benak Lydhiana keadaan MOS yang sangat menyiksa.Ia memang sudah memakai segala perlengkapan MOS, tapi tetap saja jiwanya tak siap untuk menghadapi masa "penyiksaan" ini.
Langkah pertamanya pun dijejakinya. Tak heran bagaimana Ia bisa mengenal kebanyakan siswa di sini. Karena memang sebagian besar adalah teman SMPnya dulu.Matanya menelusur setiap sudut sekolah. Mencari-cari sesuatu entah apa. Sedetik kemudian Ia menghela nafasnya. Seperti lega akan sesuatu. Dengan itu Ia tarik bibirnya membentuk sebuah senyum di wajahnya. Penuh percaya diri Ia berjalan menuju lapangan. Sangat mudah baginya untuk mengenali siswa kelas 10 saat ini.Ya, karena perlengkapan yang sangat dibencinya itu baru saja membantu Lydhiana mencari teman-temannya.
Senyum masih terukir di wajahnya. Semangatnya semakin membara seiring dengan derap langkahnya. Semakin dekat menuju temannya.Senyum semakin mengembang hingga seseorang mencegatnya.
"Lyd."Seketika senyum di wajah gadis ini pudar melihat pemuda di depannya.Pemuda yang baru saja ditolaknya.Rio.
"Loh kok?Kamu?Kenapa di sini?Bukannya waktu itu kamu ogah banget masuk sekolah ini."Lydhiana tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Ternyata kamu masih ingat aku ya.Selama ini perasaanku kalau kamu gak merhatiin aku itu ternyata salah.Kamu bahkan masih ingat kata-kata ku dua tahun yang lalu."Seketika bibir Rio terangkat.Merasa bahwa gadis ini tak mengabaikannya sepenuhnya.
"Itu..ya emang aku selalu ingat kok tentang siapa pun."Lydhiana berusaha mengelak.Tapi memang itu kenyataannya.Ia selalu berusaha mengingat apa pun yang telah disampaikan padanya.
"Yadeh iya. Bareng yuk."Rio mengikuti Lydhiana tanpa persetujuannya.Akhirnya Lydhiana hanya bisa diam dan kembali berjalan.Senyumnya lenyap.Semangatnya hilang.
Begitulah masa SMAnya dimulai. Seorang yang sangat tak ingin Ia temui malah menjadi orang pertama yang mengajaknya berbicara di sekolah barunya.
Bukan ingin menghindari, Lydhiana hanya tak ingin bertemu orang yang pernah disakitinya.Ia tak ingin merasa telah berdosa terhadap apa yang telah dilakukannya. Ia merasa bersalah kepada Rio yang bahkan tak lagi mengungkit masalah waktu itu.
Tak ada hal yang istimewa yang terjadi selama MOS. Dia hanya mendapatkan tumpukan tugas aneh dari senior. Lydhiana yang tak ingin terlibat masalah tentu selalu mengerjakan tugas apa pun itu. Malah karena itu Ia tak mendapat pengalaman menarik apa pun selama MOS.
***
Hari-hari berikutnya Ia lalui dengan semangat ingin cepat meninggalkan sekolah saat ini dan menjadi mahasiswa. Tepat seperti keinginan awalnya di hari pertama sekolah.
Leganya Ia saat mengetahui bahwa Ia tidak sekelas dengan Rio. Didukung dengan jarak kelas mereka yang terbilang jauh. Karena itu Ia bisa sedikit melupakan rasa bersalahnya.
Lydhiana memasuki kelasnya. X IPA 2. Tak ada pantangannya dalam berteman. Maka dari itu sangat cepat Ia mengakrabkan diri dan sudah mendapat teman yang rasanya cocok dengannya.Lydhiana langsung dekat dengan tiga orang di kelasnya di hari pertama memasuki kelasnya. Reina, Hana, dan Jane. Keempatnya tidak berasal dari sekolah yang sama. Entah magnet apa yang menarik mereka.
X IPA 2. Sebuah kelas dengan makhluk-makhluk berbagai macam bentuk dan sifatnya.Keberagaman itu malah menyatukan makhluk-makhluk yang bisa dikatakan sedikit tidak waras ini.Mereka melakukan hal-hal yang memalukan dengan tanpa rasa malu sedikit pun.Tak ada sehari pun mereka lewati tanpa adanya gelak tawa.
Semakin hari hubungan mereka semakin dekat. Lydhiana sudah mendapat kelas yang tak pernah Ia bayangkan sebelumnya. Sebuah kelas ajaib dengan makhluk ajaib.Walaupun mereka mungkin sudah tak punya urat malu.Tapi satu yang pasti, di antara semua kelas, kelas mereka lah yang paling sering mendapat nilai terbaik di setiap pelajaran.Tak heran semua guru senang dengan kelas ini.Hal ini semakin menguatkan keyakinan Lydhiana menuju universitas dambaannya.
***

"Eh lagi ngapain mereka bikin lingkaran gitu? Yuk ikut yuk."Hana langsung bergabung dengan teman sekelasnya yang sedang berkumpul di bagian belakang kelas. Ada 20 anak di sana. Semua siswa kelas X IPA 2 kecuali Lydiana, Hana, Jane, dan Reina yang baru masuk ke kelas.Tanpa perlu dipaksa Reina, Jane, dan tentunya Lydhiana langsung mengikuti Hana bergabung dengan teman-temannya.
"Lagi ngapain sih?Ikut doong."Celetuk Lydhiana.
Seketika beberapa dari mereka berkata "Buka foruuum".Dengan perkataan itu lingkaran semakin besar dan menyisakan tempat untuk mereka berempat.
"Kalau sudah duduk di sini gak boleh kabur yaa."Seperti seorang pemimpin forum kali ini, Shella menyampaikan peraturan.
"Eh tunggu dulu.Ini ngapain?" Jane bersiap berdiri takut-takut makhluk ajaib ini akan melakukan sesuatu yang aneh lagi.
"Kita cuma mau main truth or dare kok. Rangga, mana botolnya?"Adit menjelaskan.Seolah mengatakan kepada Jane bahwa tak ada yang perlu di takutkan.
"Ini nih."Rangga meletakkan botol yang dimaksud Adit di tengah lingkaran.
"Oke.Kita mulai dari Shella aja ya yang muter botolnya.Nanti bergiliran sesuai arah jarum jam untuk giliran muter botolnya" kali ini Rangga yang berkata.
Shella memajukan badannya dan memutar botol di depannya. Berputar... putar... dan akhirnya berhenti di....
Reina.
"Oke.Shella.Kasih pertanyaan."Adit bertitah.
"Oke... Reinaa. Mm... Lo punya mantan gak di sekolah ini? Siapa?"Ucap Shella setelah beberapa lama berpikir.
"Mmm.. gue dare aja deh."
"Huuuuuuuu.Gak asik aaah" Sontak teman temannya kecewa.Padahal mereka sangat ingin tau.          "Yah Reina. Berarti emang ada nih mantannya di sini. Yaudah deh. Dare nya apa nih temen-temen?"Zello berkata.
"Hormat tiang bendera aja" kali ini Tya yang menyahut.
"Jangan.Terlalu gampang.Gue tau.Sapa abang kelas.Minta nomer hapenya."Kali ini Jane malah menyudutkan temannya sendiri.
"Parah lo Jane!"Reina kesal dengan usul Jane yang langsung diterima oleh teman-temannya.
"Oke.Oke.Yuk keluar cari mangsa.Hahaha" Rangga bersemangat.        
"Wah gak beres kalian nih. Gak beres."Reina yang tak terima tapi tetap saja berjalan ke luar kelas.Karena kelas mereka sangat dekat dengan kantin.Tak sulit bagi mereka menemukan kakak kelas. Karena mereka pasti berlalu lalang pada jam istirahat seperti ini.
"Itu tuh, Rein.Yang lagi jalan sendirian."Shella bersemangat. Reina, Jane, Hana, tak terkecuali Lydhiana kaget melihat orang yang ditunjuk Shella. Ya, mereka berempat tahu.Kakak kelas yang barusan ditunjuk itu adalah mantan Reina.Tanpa diduga, Reina langsung berjalan dengan tak protes sedikit pun.Ia mendekati kakak kelas itu dan langsung berbicara.
Makhluk-makhluk ajaib lainnya melihat dari pintu kelas mereka.Mengintip berharap tidak ketahuan. Tak ada yang bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Namun yang pasti Reina sudah kembali dengan memperlihatkan handphonenya yang sudah ada nomor kakak kelas yang barusan itu.
"Oh jadi nama abang ganteng itu Bryan. Waah" Tya berkata dengan muka yang berseri-seri.Sepertinya sudah lama Tya mengincar seniornya itu.Reina membelalakkan matanya.
"Jangan bilang lo suka sama tuh orang?"Hana melihat Tya curiga.
"Siapa yang gak suka coba?Gateng gitu."Tya menjawab dengan cuek."Bagi nomer handphonenya dong, Rein" Tya kini memohon kepada Reina.Tentu saja Reina tidak menuruti keinginan Tya dan berlalu begitu saja.
"Dia kenapa sih?Gak asik banget."Tya menggerutu.      
Jane, Hana, dan Lydhiana hanya mengangkat bahu. Berpura-pura tidak tau.
Mereka kembali ke posisi masing-masing.Kali ini giliran Lydhiana memutar botol.
"Oke."Lydhiana bergerak maju dan memutar botol yang tergeletak pasrah ditengah lingkaran mahkluk-makhluk ajaib ini. Dan...
"Rangga!"Semua berseru.
"Rangga, siapa anak kelas ini yang lo suka?"Dengan lancar Lydhiana mengucapkannya.Sepertinya pertanyaan itu memang sudah dipikirkannya dari tadi agar tidak menghabiskan waktu terlalu lama ketika gilirannya memberi pertanyaan tiba.
Rangga senyum.Lalu berkata "Truth."Semua melihat ke Rangga.Tapi, mata Rangga hanya tertuju ke sepasang bola mata."Lo."Lydhiana kaget mendengar jawaban itu.
Dilihatnya kebelakang seolah bingung apa ada orang lain di belakangnya. Lalu Ia menunjuk hidungnya. "Gue?"
"Iya."Rangga masih senyum dan masih menatap mata Lydhiana terpesona.
"Ciyeeeeee" makhluk-makhluk ajaib ini malah mengacaukan acara tatap-tatapan Rangga dan Lydhiana.
"Yaudah yuk lanjut."Dengan gampangnya Lydhiana berkata seperti itu.Semua anak melihatnya tak percaya.
"Lyd, lo bahkan gak nanggepin apa-apa?"Adit melihat tak percaya."Dia udah seberani itu ngungkapin perasaannya ke elo."
"Dit.Udah deh.Gapapa.Gue juga gak minta direspon.Kok malah lo nya yang sewot.Yuk lanjut."Rangga menyembunyikan merah mukanya. Sakit memang rasanya, tapi Ia tak ingin memperlihatkan sisi lemahnya. Ia kini malah bersikap seperti tak ada yang terjadi barusan. Lydhiana yang memang tak peduli hanya mengangkat bahu dan melanjutkan permainan.
***

Sebuah malam biasa. Lydhiana pasti sedang duduk di meja belajar nya dan mengerjakan apa saja yang bisa Ia kerjakan. Diliriknya handphone yang terletak di sampingnya.Tak ada pesan.Tak ada pemberitahuan apapun.Lydhiana kembali fokus ke buku di depannya.
Terlintas di benaknya kisah dahulu saat Rio masih mendekatinya. Masih jelas di benaknya bagaimana Ia ingin marah rasanya saat Rio mengganggu proses belajarnya. Ia merindukan saat itu. Sangat rindu.
Diliriknya lagi handphonenya. Tapi sama, tak ada berita apapun. Akhirnya Lydhiana menyerah dan sekarang mengambil handphonenya.Diaktifkannya mode wi-fi di handphone yang langsung terhubung ke wi-fi rumahnya.
Hanya ada chat tak jelas dari teman sekelasnya. Tak ada yang lain. Lydhiana pasrah.Iamengambil headset dan memutar lagu. Berharap dengan itu Ia bisa melupakan kerinduannya sekejap.
Tak jelas apa yang membuatnya menjadi seperti ini. Ia juga tak yakin dengan perasaannya kepada Rio. Ia hanya merindukan seorang teman. Teman yang biasanya selalu ada menemani saat saat membosankannya.
Di bagian lain. Rio memegang handphonenya yang sudah berisi sebuah pesan. Ibu jarinya hendak menyentuh tombol send. Tapi selalu diurungkannya.Dilemparnya handphone sembarangan.Kini dia benar-benar dilema. Apakah Ia akan menahan rasa gengsinya atau membiarkan rasa rindu tak tertahan menguasai dirinya. Ia bingung. Kembali diambilnya handphonenya. Tanpa sadar jarinya sudah menyentuh tombol send itu. Rio yang masih berpikir tak sadar dengan apa yang barusan dia perbuat. Hingga Ia terkaget dengan sebuah getaran di handphonenya. Ternyata sebuah pesan balasan dari Lydhiana yang membalas pesan sebelumnya.Masih tak percaya.Dilihatnya lagi isi pesan itu. Kemudian baru Ia sadar bahwa Ia baru saja mengirim pesan ke Lydhiana. Saat itu juga untuk pertama kalinya Rio mengutuk perkembangan teknologi yang sudah menemukan handphone layar sentuh.
"Hai. Lagi apa di sana?"Begitu pesan yang ditulis Rio.Ia langsung menyesali perbuatannya.
"Lagi rindu seseorang."Balasan yang membuat Rio berharap-harap cemas.Apakah orang itu dirinya atau bukan.
Begitulah malam ini dilalui Lydhiana.Buku-buku yang tadi menemaninya kini hanya menatap Lydhiana sedih. Handphone dan pesan dari seseorang di sana lebih menyenangkan dari pada mereka para buku.
Seperti sadar akan sesuatu. Lydhiana tak bisa kehilangan Rio.Ia ingin Rio tetap di sisinya. Dengan status sebagai sahabat.Hal sederhana yang diinginkan Lydhiana. Tentu saja tak sama dengan Rio yang berharap lebih.
Hingga Lydhiana membahas status mereka.Suasana yang awalnya menyenangkan tiba-tiba berubah serius.
"Rio. Kita sahabatan yuk."Seperti sebuah lamaran.Hanya saja kali ini adalah lamaran yang tak pernah ingin didengar oleh satu pun lelaki yang mencintai seorang perempuan.Sebuah lamaran persahabatan yang lebih mirip dengan penolakan cinta.
Seketika senyum Rio yang dari tadi tidak bisa ditahan kini memudar.Ia sedih. Tak pernah Ia menginginkan kata-kata itu terucap dari Lydhiana. Baginya lebih baik berhubungan tanpa status dibanding harus mematahkan harapannya dengan pernyataan persahabatan.
Sedih di satu sisi, Rio kehilangan pengharapannya untuk mendapat cinta dari Lydhiana. Sedangkan Lydhiana baru saja mengutarakan pengharapan agar Rio akan menjadi sahabatnya. Pengharapan agar Rio tetap di sisinya.
Keadaan yang sangat membingungkan.Rio hanya bisa pasrah dan berkata "Baiklah."Tak bisa menolak.Karena dia juga tak ingin menjauh dari Lydhiana.
Sebuah malam biasa yang akhirnya berubah menjadi malam penolakan bagi Rio. Sebuah malam yang akan selalu dikutuknya. Sebuah penyesalan dengan jempolnya yang sudah sembarangan menyentuh tombol send. Bersambung...
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar