"Reina!
Rein!"Terdengar sebuah suara yang sudah sangat lama dirindukan Reina.
Bryan. Entah apa yang membuat Bryan bisa-bisanya memanggil Reina seperti itu di
depan ketiga sahabat Reina. Entah keberanian darimana yang tiba-tiba datang dan
merasuki Bryan.Satu hal yang pasti adalah kerinduan mendalam yang dirasakan
Bryan.Hal yang tak bisa diingkarinya.
Bryan menarik Reina dari
ketiga sahabatnya. Diajaknya menjauh beberapa meter dari mereka. Seolah tak ada
seorangpun yang boleh mendengar apa yang akan disampaikannya.
Jane, Hana, dan Lydhiana
yang tak ingin mengganggu melanjutkan perjalanan mereka ke luar gerbang
sekolah. Karena memang saat ini sudah waktunya untuk meninggalkan
sekolah.Mereka berniat menunggu Reina di luar saja.Tak ingin mengganggu Reina
dan Bryan yang sepertinya bakal membicarakan sesuatu yang penting.
"Ada apa
kak?"Reina agaknya merasa sedikit canggung untuk memanggil Bryan hanya
dengan namanya.Memang sudah lama sekali sejak mereka putus. Mungkinkah momen
gila-gilaan makhluk-makhluk ajaib sewaktu bermain truth or dare yang membuat
Bryan kembali merasakan degupan jantung yang lebih cepat ketika melihat Reina
yang tak disangkanya akan masuk sekolah yang sama dengannya. Ia bahkan baru
mengetahui hal itu pada momen dare beberapa hari lalu.
"Haha" Bryan
tertawa ironis "Kak.Mm agak aneh dengar kamu manggil aku kak.Hei. Waktu
itu kamu minta nomer handphone aku kan. Kenapa gak hubungi aku sama
sekali?"Bryan ternyata mengharap berita dari Reina. Bryan bahkan tak tahu
bahwa itu adalah hukuman bagi Reina yang telah memilih dare pada waktu itu.
"Mm itu.Kakak gak
ngeh ya? Waktu itu kan aku dikerjain pas lagi main truth or dare bareng teman
sekelas. Itu cuma bagian dari permainan kak.Maaf ya udah ngelibatin kakak di permainan
kekanakan kami ini.Maaf banget kak."Reina mengatakan hal yang sebenarnya
terjadi.Agak terdengar kejam memang. Hal itu juga Ia katakan untuk mengontrol
detak jantungnya yang semakin berpacu. Beberapa hari ini sebenarnya Reina
memang sudah geli ingin mengirim pesan ke nomer Bryan.Tapi gengsinya terlalu
kuat.
"Kenapa
mereka bisa ngerjain kamu pake bawa bawa aku?Apa mereka tau?"Bryan ingin
tau masihkah Reina menganggap keberadaan dirinya dulu.
"Gak kok.Waktu itu
kebetulan kakak yang lewat dan cuma sendirian.Aduh maaf banget ya
kak."Kecewa mendengar pernyataan itu.Bryan hanya mengangguk menutupi rasa
kecewanya."Yaudah aku duluan ya.Nyusul temanku.Takutnya mereka malah lama
nunggu. Bye."Bryan sempat terdiam mendengar kata itu. Hingga ketika Ia
sadar bahwa Reina sudah agak menjauh Ia
mengejar Reina dan menarik tangannya.
"Hai.Boleh kenalan?
Aku bryan. Kamu?Boleh minta nomer handphonenya?"Seolah ingin mengulang
semuanya dari awal. Bryan memberi sinyal bahwa Ia ingin kembali bersama Reina.
"Kakak kenapa?"
Reina yang sebenarnya sangat mengerti apa maksud Bryan hanya merasa terkejut
dengan kejadian yang dihadapinya saat ini. Begitu cepat.Begitu tak terduga.
"Aku serius.Boleh
bagi nomer handphonenya?"Bryan menyodorkan handphonenya.Seolah berkata
untuk mengetikkan nomernya di handphone itu. Reina tak tau harus apa. Ia lalu
mengambil handphone tersebut dan mengetikkan nomer handphonenya. "Makasih
ya.Mm nama kamu?"Bryan masih saja bersikap seolah mereka baru kenal.Bryan
masih bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.Ia hanya ingin
mengulang kembali kisah mereka dari awal. Ya, dari awal.
"Reina. Bye."
Reina merasa jantungnya akan segera copot dan kakinya perlahan tak akan kuat
menahan badannya jika Ia masih tetap berada di sana. Ia takut akan jatuh pingsan
jika masih melihat mata indah milik Bryan itu. Segera Ia berlari menuju
teman-temannya.
"Makasih
cantik!"Bryan masih tetap pada pendiriannya.Masih berlagak baru kenal
dengan Reina.
Jauh dari sana. Sepasang
mata melihat dengan sinis.Melihat dengan penuh benci di matanya.Tya.Ia kesal
dengan Reina. Kini Ia menebak-nebak alasan Reina tak ingin memberikan nomer
handphone Bryan pada saat itu. Ia akan tetap pada pendiriannya bahwa Reina suka
pada Bryan dan berusaha mengejar Bryan. Itulah yang ada di otaknya.Hanya itu
yang bisa diterimanya.Mulai detik itu terbentuk sebuah kebencian di hati Tya
kepada Reina.
***
Reina sudah berada di luar
gerbang. Lydhiana, Jane, dan Hana tak tertarik bertanya apa yang baru saja
dikatakan Bryan kepada Reina. Mereka akan membiarkan Reina menentukan untuk
menceritakan kepada mereka atau tidak. Itu adalah seutuhnya hak Reina dalam
menentukan.
" Yaudah yuk
jalan." Jane akan berjalan satu langkah. Seseorang keluar dari gerbang
sekolah dengan motornya. Orang itu tepat berhenti di depan Jane, Hana, Reina,
dan Lydhiana. Orang itu membuka kaca helm nya.Rangga.
"Lyd.Udah mau pulang?
Bareng gue yuk."Rangga langsung saja berbicara tentang tujuannya.Lydhiana
memandang tak tertarik.
"Gue mau pergi bareng
mereka bertiga.Maaf ya."Lydhiana menarik tangan Jane yang berada di
sebelahnya.Berjalan meninggalkan Rangga yang tertolak.Mereka berempat berjalan
menuju mobil Jane yang sudah menunggu di tempat parkir.
"Agak kejam sih lo,
Lyd."Hana berkata saat mereka sudah masuk ke mobil Jane.
"Iya Lyd. Lagian kita
kan udah mau langsung pulang juga kan. Gak mau kemana-mana."Reina ikut
menimpali.
"Gue gitu supaya dia
gak berharap lebih ke gue.Gue gak mau ada yang tersakiti karena gue. Yaudah yuk
jalan."Lydhiana menjelaskan tindakannya.
"Iya sih. Tapi bisa
aja nanti dia malah benci sama lo. Lo serius gak berniat ngerespon pernyataan
dia waktu itu?"Jane kini sudah menghidupkan mobilnya dan berjalan perlahan
keluar wilayah sekolah.
"Kita liat aja
nanti.Seserius apa dia ke gue."Lydhiana berkata dengan tak tertarik sedikit
pun.
Hana, Reina dan Jane hanya
terdiam mendengar perkataan Lydhiana dan mengalihkan pembicaraan mereka.
***
Hari-hari berlalu begitu
cepat. Tak terasa Lydhiana akan segera memasuki kelas XI. Di sekolah Lydhiana
tidak pernah ditetapkan pengacakan anggota kelas dari kelas X ke kelas XI. Maka
itu Lydhana tetap berada di kelas ajaib dengan teman-teman ajaibnya.Ia akan
masuk kelas XI IPA 2.
Tentu saja Lydhiana
mendapat prestasi saat berada di kelas X. Ia mendapat juara 2 pada semester
lalu. Hal yang mendorong Lydhiana tetap fokus pada pelajarannya dan tak sedikit
pun ingin mengikuti teman-temannya yang selalu bersenang-senang di masa-masa
SMA mereka.
Reina menjalin hubungan
kembali dengan Bryan.Tanpa diketahui oleh Jane, Hana, dan Lydhiana bagaimana
perjalanan cinta mereka.Reina tiba-tiba saja memberitahu bahwa mereka sudah
bersama kembali saat sehari sebelum ujian akhir semester.
Tya dengan cepat
mengetahui berita tersebut.Kini kebenciannya terhadap Reina semakin
membesar.Tanpa pernah diketahui oleh siapapun.Diam-diam Tya sudah merencanakan
sesuatu hal untuk memuaskan kebenciannya. Sesuatu yang tak akan terpikir oleh
siswa SMA manapun
***
Sebuah malam biasa.Namun,
ada hal yang tak biasa.Tak ada kabar dari Rio.Sudah beberapa hari ini Lydhiana
tidak mendapatkan pesan apa-apa dari Rio.Ia juga tak ingin menghubungi Rio
duluan karena dia mengira mungkin Rio sedang sibuk dengan suatu hal. Ia
berpikir lebih baik baginya untuk diam dan tak mengganggu Rio.
Seperti biasa. Lydhiana
duduk di depan meja belajarnya. Membuka buku pelajaran yang baru saja
dibelinya. Tak seorang guru pun yang sudah memberi aba-aba tentang buku apa
yang akan digunakan pada kelas XI. Lydhiana hanya menebak-nebak dan membeli
berdasarkan penerbit buku-bukunya pada kelas X dulu.
Sedang melihat-lihat
bagaimana kiranya pelajaran yang akan dipelajarinya pada pelajaran kimia,
cahaya LED handphone Lydhiana menyala berwarna biru, menandakan bahwa ada
sebuah pesan baru.
Lydhiana merasa sepertinya
itu adalah pesan dari Rio segera mengambil handphonenya dengan semangat karena
perasaan rindu yang menyerangnya.
Ternyata hanya sebuah
pesan dari nomor yang tak dikenal.Walau Lydhiana kecewa, tetap saja dibukanya
pesan itu.Dibacanya isi pesan itu. Sebuah nama yang sangat tak diharapkannya.
"Ini nomer handphone
baru Rangga. Di save ya."Sebuah pesan yang tidak minta dibalas pikir
Lydhiana.Ia kembali meletakkan handphone menjauh darinya. Tanpa terlebih dahulu
menyimpan nomor barusan itu.
Sedang asik untuk mencoba
mempelajari pelajaran barunya. Lydhiana kembali dikejutkan dengan cahaya LED
biru handphonenya. Sebuah pesan lagi.
"Ini nomer Lydhiana
kan?Masih aktif kah?Bales ya buat memastikan."Lydhiana sudah tahu bahwa
pesan itu hanyalah modus.Ia tahu bahwa sebenarnya Rangga hanya ingin
menghubungi Lydhiana dan bergerak ke pendekatan berikutnya. Sangat jelas.
"Masih" Hanya
kata itu yang diketikkannya.Sangat kejam sepertinya. Tapi apa mau dikata.
Lydhiana sangat tak tertarik dengan pendekatan yang dilakukan
Rangga.Diletakkannya lagi handphone nya. Baru saja Ia ingin membaca bukunya
lagi. LED biru handphonenya kembali menyala.
"Lagi sibuk ya?Maaf
ya kalau aku ganggu."Lydhiana terpaku pada sebuah
kata."Aku".Sejak kapan Rangga memakai kata "aku".Lydhiana
tertawa mengejek.
"Jelas banget sih
modus lo.Jelas!" Kini Ia berbicara sendiri. Tak tertarik awalnya membalas
pesan itu.Namun akhirnya Lydhiana merasa bersalah juga.Ia mengambil
handphonenya dan membalas dengan sedikit lebih baik.
"Gak.Kamu gak ganggu
kok."Kini malah Lydhiana ikut menggunakan kata "aku". Walau sebenarnya
Lydhiana mengutuk apa yang barusan dikatakannya. Ia berusaha bersikap ramah
agar dia tidak dicap sebagai cewek jutek.
"Ngapain juga gue
baik-baikin dia?Apa untungnya di gue coba?"Kini Lydhiana malah kembali
menyesali perbuatannya."Tapi kasian juga dia kalau dijutekin gitu.Nanti
gue malah bikin musuh."Lydhiana dilema."Ah tau ah!"Kembali
Lydhiana melirik bukunya, matanya seolah menolak deretan huruf yang ada di buku
itu.Otaknya menolak membaca deretan huruf itu.Susah payah dia berusaha fokus.
Otaknya terganggu dengan LED biru itu lagi. Lydhiana akhirnya menyerah.Ia
mengambil handphonenya dan berjalan ke arah kasur. Gagal usahanya mencoba untuk
belajar malam ini.Sekarang dia malah memegang handohonenya dan berbalas pesan
dengan Rangga.
Semakin jauh topik
pembicaraan mereka.Lydhiana baru sadar.Ternyata Rangga asik juga.Sepertinya
keteguhan hatinya goyah.Lydhiana goyah.Bersambung...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar