Minggu, 23 Februari 2014

Love Hurts -Part 2


"Reina! Rein!"Terdengar sebuah suara yang sudah sangat lama dirindukan Reina. Bryan. Entah apa yang membuat Bryan bisa-bisanya memanggil Reina seperti itu di depan ketiga sahabat Reina. Entah keberanian darimana yang tiba-tiba datang dan merasuki Bryan.Satu hal yang pasti adalah kerinduan mendalam yang dirasakan Bryan.Hal yang tak bisa diingkarinya.
Bryan menarik Reina dari ketiga sahabatnya. Diajaknya menjauh beberapa meter dari mereka. Seolah tak ada seorangpun yang boleh mendengar apa yang akan disampaikannya.
Jane, Hana, dan Lydhiana yang tak ingin mengganggu melanjutkan perjalanan mereka ke luar gerbang sekolah. Karena memang saat ini sudah waktunya untuk meninggalkan sekolah.Mereka berniat menunggu Reina di luar saja.Tak ingin mengganggu Reina dan Bryan yang sepertinya bakal membicarakan sesuatu yang penting.
"Ada apa kak?"Reina agaknya merasa sedikit canggung untuk memanggil Bryan hanya dengan namanya.Memang sudah lama sekali sejak mereka putus. Mungkinkah momen gila-gilaan makhluk-makhluk ajaib sewaktu bermain truth or dare yang membuat Bryan kembali merasakan degupan jantung yang lebih cepat ketika melihat Reina yang tak disangkanya akan masuk sekolah yang sama dengannya. Ia bahkan baru mengetahui hal itu pada momen dare beberapa hari lalu.
"Haha" Bryan tertawa ironis "Kak.Mm agak aneh dengar kamu manggil aku kak.Hei. Waktu itu kamu minta nomer handphone aku kan. Kenapa gak hubungi aku sama sekali?"Bryan ternyata mengharap berita dari Reina. Bryan bahkan tak tahu bahwa itu adalah hukuman bagi Reina yang telah memilih dare pada waktu itu.
"Mm itu.Kakak gak ngeh ya? Waktu itu kan aku dikerjain pas lagi main truth or dare bareng teman sekelas. Itu cuma bagian dari permainan kak.Maaf ya udah ngelibatin kakak di permainan kekanakan kami ini.Maaf banget kak."Reina mengatakan hal yang sebenarnya terjadi.Agak terdengar kejam memang. Hal itu juga Ia katakan untuk mengontrol detak jantungnya yang semakin berpacu. Beberapa hari ini sebenarnya Reina memang sudah geli ingin mengirim pesan ke nomer Bryan.Tapi gengsinya terlalu kuat.
            "Kenapa mereka bisa ngerjain kamu pake bawa bawa aku?Apa mereka tau?"Bryan ingin tau masihkah Reina menganggap keberadaan dirinya dulu.
"Gak kok.Waktu itu kebetulan kakak yang lewat dan cuma sendirian.Aduh maaf banget ya kak."Kecewa mendengar pernyataan itu.Bryan hanya mengangguk menutupi rasa kecewanya."Yaudah aku duluan ya.Nyusul temanku.Takutnya mereka malah lama nunggu. Bye."Bryan sempat terdiam mendengar kata itu. Hingga ketika Ia sadar bahwa  Reina sudah agak menjauh Ia mengejar Reina dan menarik tangannya.
"Hai.Boleh kenalan? Aku bryan. Kamu?Boleh minta nomer handphonenya?"Seolah ingin mengulang semuanya dari awal. Bryan memberi sinyal bahwa Ia ingin kembali bersama Reina.
"Kakak kenapa?" Reina yang sebenarnya sangat mengerti apa maksud Bryan hanya merasa terkejut dengan kejadian yang dihadapinya saat ini. Begitu cepat.Begitu tak terduga.
"Aku serius.Boleh bagi nomer handphonenya?"Bryan menyodorkan handphonenya.Seolah berkata untuk mengetikkan nomernya di handphone itu. Reina tak tau harus apa. Ia lalu mengambil handphone tersebut dan mengetikkan nomer handphonenya. "Makasih ya.Mm nama kamu?"Bryan masih saja bersikap seolah mereka baru kenal.Bryan masih bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.Ia hanya ingin mengulang kembali kisah mereka dari awal. Ya, dari awal.
"Reina. Bye." Reina merasa jantungnya akan segera copot dan kakinya perlahan tak akan kuat menahan badannya jika Ia masih tetap berada di sana. Ia takut akan jatuh pingsan jika masih melihat mata indah milik Bryan itu. Segera Ia berlari menuju teman-temannya.
"Makasih cantik!"Bryan masih tetap pada pendiriannya.Masih berlagak baru kenal dengan Reina.
Jauh dari sana. Sepasang mata melihat dengan sinis.Melihat dengan penuh benci di matanya.Tya.Ia kesal dengan Reina. Kini Ia menebak-nebak alasan Reina tak ingin memberikan nomer handphone Bryan pada saat itu. Ia akan tetap pada pendiriannya bahwa Reina suka pada Bryan dan berusaha mengejar Bryan. Itulah yang ada di otaknya.Hanya itu yang bisa diterimanya.Mulai detik itu terbentuk sebuah kebencian di hati Tya kepada Reina.
***

Reina sudah berada di luar gerbang. Lydhiana, Jane, dan Hana tak tertarik bertanya apa yang baru saja dikatakan Bryan kepada Reina. Mereka akan membiarkan Reina menentukan untuk menceritakan kepada mereka atau tidak. Itu adalah seutuhnya hak Reina dalam menentukan.
" Yaudah yuk jalan." Jane akan berjalan satu langkah. Seseorang keluar dari gerbang sekolah dengan motornya. Orang itu tepat berhenti di depan Jane, Hana, Reina, dan Lydhiana. Orang itu membuka kaca helm nya.Rangga.
"Lyd.Udah mau pulang? Bareng gue yuk."Rangga langsung saja berbicara tentang tujuannya.Lydhiana memandang tak tertarik.
"Gue mau pergi bareng mereka bertiga.Maaf ya."Lydhiana menarik tangan Jane yang berada di sebelahnya.Berjalan meninggalkan Rangga yang tertolak.Mereka berempat berjalan menuju mobil Jane yang sudah menunggu di tempat parkir.
"Agak kejam sih lo, Lyd."Hana berkata saat mereka sudah masuk ke mobil Jane.
"Iya Lyd. Lagian kita kan udah mau langsung pulang juga kan. Gak mau kemana-mana."Reina ikut menimpali.
"Gue gitu supaya dia gak berharap lebih ke gue.Gue gak mau ada yang tersakiti karena gue. Yaudah yuk jalan."Lydhiana menjelaskan tindakannya.
"Iya sih. Tapi bisa aja nanti dia malah benci sama lo. Lo serius gak berniat ngerespon pernyataan dia waktu itu?"Jane kini sudah menghidupkan mobilnya dan berjalan perlahan keluar wilayah sekolah.
"Kita liat aja nanti.Seserius apa dia ke gue."Lydhiana berkata dengan tak tertarik sedikit pun.
Hana, Reina dan Jane hanya terdiam mendengar perkataan Lydhiana dan mengalihkan pembicaraan mereka.
***

Hari-hari berlalu begitu cepat. Tak terasa Lydhiana akan segera memasuki kelas XI. Di sekolah Lydhiana tidak pernah ditetapkan pengacakan anggota kelas dari kelas X ke kelas XI. Maka itu Lydhana tetap berada di kelas ajaib dengan teman-teman ajaibnya.Ia akan masuk kelas XI IPA 2.
Tentu saja Lydhiana mendapat prestasi saat berada di kelas X. Ia mendapat juara 2 pada semester lalu. Hal yang mendorong Lydhiana tetap fokus pada pelajarannya dan tak sedikit pun ingin mengikuti teman-temannya yang selalu bersenang-senang di masa-masa SMA mereka.
Reina menjalin hubungan kembali dengan Bryan.Tanpa diketahui oleh Jane, Hana, dan Lydhiana bagaimana perjalanan cinta mereka.Reina tiba-tiba saja memberitahu bahwa mereka sudah bersama kembali saat sehari sebelum ujian akhir semester.
Tya dengan cepat mengetahui berita tersebut.Kini kebenciannya terhadap Reina semakin membesar.Tanpa pernah diketahui oleh siapapun.Diam-diam Tya sudah merencanakan sesuatu hal untuk memuaskan kebenciannya. Sesuatu yang tak akan terpikir oleh siswa SMA manapun
***
Sebuah malam biasa.Namun, ada hal yang tak biasa.Tak ada kabar dari Rio.Sudah beberapa hari ini Lydhiana tidak mendapatkan pesan apa-apa dari Rio.Ia juga tak ingin menghubungi Rio duluan karena dia mengira mungkin Rio sedang sibuk dengan suatu hal. Ia berpikir lebih baik baginya untuk diam dan tak mengganggu Rio.
Seperti biasa. Lydhiana duduk di depan meja belajarnya. Membuka buku pelajaran yang baru saja dibelinya. Tak seorang guru pun yang sudah memberi aba-aba tentang buku apa yang akan digunakan pada kelas XI. Lydhiana hanya menebak-nebak dan membeli berdasarkan penerbit buku-bukunya pada kelas X dulu.
Sedang melihat-lihat bagaimana kiranya pelajaran yang akan dipelajarinya pada pelajaran kimia, cahaya LED handphone Lydhiana menyala berwarna biru, menandakan bahwa ada sebuah pesan baru.
Lydhiana merasa sepertinya itu adalah pesan dari Rio segera mengambil handphonenya dengan semangat karena perasaan rindu yang menyerangnya.
Ternyata hanya sebuah pesan dari nomor yang tak dikenal.Walau Lydhiana kecewa, tetap saja dibukanya pesan itu.Dibacanya isi pesan itu. Sebuah nama yang sangat tak diharapkannya.
"Ini nomer handphone baru Rangga. Di save ya."Sebuah pesan yang tidak minta dibalas pikir Lydhiana.Ia kembali meletakkan handphone menjauh darinya. Tanpa terlebih dahulu menyimpan nomor barusan itu.
Sedang asik untuk mencoba mempelajari pelajaran barunya. Lydhiana kembali dikejutkan dengan cahaya LED biru handphonenya.  Sebuah pesan lagi.
"Ini nomer Lydhiana kan?Masih aktif kah?Bales ya buat memastikan."Lydhiana sudah tahu bahwa pesan itu hanyalah modus.Ia tahu bahwa sebenarnya Rangga hanya ingin menghubungi Lydhiana dan bergerak ke pendekatan berikutnya. Sangat jelas.
"Masih" Hanya kata itu yang diketikkannya.Sangat kejam sepertinya. Tapi apa mau dikata. Lydhiana sangat tak tertarik dengan pendekatan yang dilakukan Rangga.Diletakkannya lagi handphone nya. Baru saja Ia ingin membaca bukunya lagi. LED biru handphonenya kembali menyala.
"Lagi sibuk ya?Maaf ya kalau aku ganggu."Lydhiana terpaku pada sebuah kata."Aku".Sejak kapan Rangga memakai kata "aku".Lydhiana tertawa mengejek.
"Jelas banget sih modus lo.Jelas!" Kini Ia berbicara sendiri. Tak tertarik awalnya membalas pesan itu.Namun akhirnya Lydhiana merasa bersalah juga.Ia mengambil handphonenya dan membalas dengan sedikit lebih baik.
"Gak.Kamu gak ganggu kok."Kini malah Lydhiana ikut menggunakan kata "aku". Walau sebenarnya Lydhiana mengutuk apa yang barusan dikatakannya. Ia berusaha bersikap ramah agar dia tidak dicap sebagai cewek jutek.
"Ngapain juga gue baik-baikin dia?Apa untungnya di gue coba?"Kini Lydhiana malah kembali menyesali perbuatannya."Tapi kasian juga dia kalau dijutekin gitu.Nanti gue malah bikin musuh."Lydhiana dilema."Ah tau ah!"Kembali Lydhiana melirik bukunya, matanya seolah menolak deretan huruf yang ada di buku itu.Otaknya menolak membaca deretan huruf itu.Susah payah dia berusaha fokus. Otaknya terganggu dengan LED biru itu lagi. Lydhiana akhirnya menyerah.Ia mengambil handphonenya dan berjalan ke arah kasur. Gagal usahanya mencoba untuk belajar malam ini.Sekarang dia malah memegang handohonenya dan berbalas pesan dengan Rangga.
Semakin jauh topik pembicaraan mereka.Lydhiana baru sadar.Ternyata Rangga asik juga.Sepertinya keteguhan hatinya goyah.Lydhiana goyah.Bersambung...

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar