Keesokan hari di
sekolah.Lydhiana berusaha mencari-cari keberadaan Rio.Hanya ingin menghilangkan
sedikit rindu kepada sahabatnya itu.Tanpa mempersiapkan alasan yang jelas,
Lydhiana berjalan ke arah kelas Rio.XI IPA 4 yang letaknya agak dibelakang dan
lumayan jauh dari kelas Lydhiana. Tak ada alasan lain yang bisa dikarangnya
jika seseorang bertanya mengapa dia berjalan ke sana. Di sebelah kelas XI IPA 4
tak ada ruangan umum lainnya.Hanya ada kelas XII dan kelas akselerasi.Entah
mengapa sekolah meletakkan satu satunya kelas XI di bagian ini.
Tak ada pilihan alasan
selain hanya berkata ingin menemui teman di sana. Lydhiana terus berjalan. Saat
Ia sudah berada di depan kelas Rio, tak ada wajah yang Ia cari. Sedaritadi saat
Ia masih diperjalanan juga Ia tak dapat melihat Rio dikerubungan teman-teman
Rio. Rasa penasaran yang membabi buta menimbulkan keberanian Lydhiana untuk
bertanya kepada teman sekelas Rio.
"Mm mau tanya dong.
Rio nya tadi sekolah gak?"Begitu katanya pada seorang siswa perempuan yang
baru saja keluar dari kelas Rio.
"Rio udah seminggu
masuk rumah sakit karena DBD.Kemarin kami baru aja ngebesuk dia."Sebuah
informasi yang sangat mengejutkan bagi Lydhiana. Bahkan Ia tak tau keadaan
seseorang yang Ia anggap sebagai sahabatnya. Ia merasa dirinya bukanlah sahabat
yang baik bagi Rio.
"Trus keadaannya
gimana sekarang?"Lydhiana tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
"Parah.Dia
koma udah 3 hari. Eh nama lo siapa ya?"Gadis itu seperti ingin memastikan
sesuatu.
"Oiya. Gue Lydhia,
Lydhiana." Gadis itu terkejut mendengar nama itu. Seperti sadar akan
sesuatu. "Ada apa ya?"
"Lo lebih baik segera
besuk dia ke rumah sakit. Selama koma dia cuma manggil-manggil nama
lo."Gadis itu pun memberitahu alamat rumah sakit dimana Rio dirawat.
Lydhiana berbalik menuju
kelasnya.Air matanya ingin tumpah rasanya.Ia takut sesuatu akan terjadi pada
Rio. Sesuatu yang sangat tidak ingin didengarnya.
Setelah sampai di kelas.
Tanpa pikir panjang, Lydhiana langsung
mengambil tasnya dan meminta izin dari sekolah. Dengan aktingnya yang sangat
baik, akhirnya Lydhiana bisa mendapat izin pulang dengan berkata bahwa dia
sakit perut. Lydhiana yang membawa motor ke sekolahnya segera menstarter
motornya dan berjalan ke rumah sakit.
Pikirannya melayang selama
perjalanan. Sekuat apapun Ia mencoba fokus, tetap saja Ia tak bisa
menyingkirkan pikiran-pikiran buruk yang mendatanginya.
***
Berselang seperempat jam
dari sekolah, Lydhiana sudah sampai di rumah sakit yang disebutkan oleh teman
sekelas Rio tadi. Segera Ia berlari menuju lift setelah bertanya dimana ruangan
Rio di rawat.
Di sinilah Ia. Di depan
sebuah pintu kamar rumah sakit. Menangis.Takut membuka pintu.Takut melihat rasa
bersalahnya.Rasa bersalah akibat tak peduli sedikitpun dengan Rio dan malah
bermain-main dengan Rangga.
Diingatnya malam saat Ia
sangat merindukan Rio kemarin. Malam yang mungkin saja Rio sedang menahan sakit
dan memanggil namanya. Namun apa yang dilakukannya? Ia malah asik berbalas
pesan dengan Rangga. Ia malah asik tertawa-tawa kemarin malam. Tangannya tanpa
sadar sudah memukul-mukul kepalanya sendiri. Merasa hal itu dapat menghukumnya
atas dosa yang telah Ia diperbuat.
Tiba-tiba
pintu di depannya terbuka.Seorang wanita paruh baya yang bisa dipastikan adalah
Ibunda Rio. Terkaget melihat seorang gadis menangis di depan pintu. "Kamu
temannya Rio?Mau besuk Rio ya?Yaudah masuk aja.Tante kebetulan ada
keperluan."Ibunda Rio berjalan keluar.Kini Lydhiana menjejaki langkah
pertamanya.
Dilihatnya Rio yang selalu
ceria terkapar tak berdaya di atas kasur.Senyum yang biasa dilihat Lydhiana tak
ada.Kini Lydhiana mendekat dan duduk di samping kasur Rio.Masih
menangis.Didengarnya suara Rio samar-samar.Seperti memanggil-manggil.Ia
menggigau.
"Ly..ly.."Tangis
Lydhiana makin menjadi-jadi.Ia kini menggenggam tangan Rio. Digenggamnya tangan
Rio berharap dengan itu Rio bisa tau bahwa ada Lydhiana di sisinya.Masih
terisak, Lydhiana memperhatikan lagi wajah Rio.Pucat, tak ada cahaya lagi di
mukanya. Seketika itu Lydhiana sadar betapa Ia merindukan wajah cerah Rio.
Betapa Ia merindukan gelak tawa dan senyum indah yang terukir di wajah lelaki
yang pernah ditolaknya dan kini malah menjadi sahabatnya.
Lydhiana rindu Rio.Ia
rindu gelak tawa Rio. Ia rindu senyum indah Rio. Ia rindu tatapan indah mata
Rio. Semua hal yang dirindukannya dan tak dapat Ia lihat saat ini. Lydhiana
semakin terisak.Ditenggelamkan tangisnya di tangan Rio.Ia menunduk. Menangis
hingga terlelap.
***
Sudah tiga hari Lydhiana
tidak pergi ke sekolah. Tiga hari itu juga Ia sudah menemani Rio yang sudah
sadar dari koma. Rio yang pucat masih berusaha menarik bibirnya membuat
senyum.Seolah mengatakan kepada Lydhiana tak ada yang perlu ditakutkan. Seolah
berkata bahwa Ia akan baik-baik saja.
Lydhiana kini sedang
mendorong kursi roda Rio. Mereka baru saja berjalan ke taman. Hanya untuk
menyegarkan pikiran Rio sejenak setelah muak dengan ruangan putih dan bau
antiseptik.Ringtone handphone Lydhiana berbunyi. Sebuah nama tertulis di sana.
Hana.Segera Lydhiana menerima panggilan itu.
"Lyd! Lo dimana?
Reina, Lyd!!"Terdengar suara Hana yang sangat panik dari ujung telepon.
"Gue lagi di Rumah
Sakit Citra nemenin Rio.Kenapa?"Pikiran Lydhiana mengawur kemana-mana.Ia
memikirkan hal terburuk apa yang terjadi pada Reina.
"Reina pingsan,
Lyd.Ceritanya panjang.Kebetulan banget gue emang mau ke Rumah Sakit Citra. Lo
tetap di situ. 10 menit lagi gue nyampe."Dengan kalimat itu Hana
menyelesaikan panggilannya.Lutut Lydhiana geli.Ia ingin jatuh rasanya. Rio
hanya menatap dengan bingung. Dilambaikan tangannya ke depan wajah Lydhiana
berharap itu bisa menyadarkannya.
"Eh? Oiya Rio kita
balik ke kamar kamu aja ya."Lydhiana kembali mendorong kursi roda Rio.
"Lah kan emang kita
udah mau ke kamar lagi, Lyd.Ada apa?" Rio sangat ingin tahu apa yang
terjadi.
"Reina pingsan.Setelah
mereka ke sini aku tinggal kamu gak papa ya."Mereka kini sudah berada di
kamar rawat Rio.Rio kembali ke kasurnya.
"Lyd.Kamu tau.Aku
selalu sayang kamu.Walau kamu cuma nganggep aku sahabat.Gapapa buat ku.Aku
bakal tunggu kamu kok.Lyd? Hei Lyd!"Lydhiana sadar dari lamunannya.Ia tak
dapat menangkap dengan pasti yang disampaikan Rio. Ia hanya mendengar bahwa Rio
akan menunggunya.
"Nunggu buat apa,
Yo?"Lydhiana kini bingung.
"Mm gak ada.Lupain
aja."Lydhiana hanya mengangguk.Handphone Lydhiana kembali bergetar.Sebuah
panggilan dari Hana.
"Edeilweis nomer
5.Sekarang!"Lydhiana sudah berdiri sekarang.Rio hanya bisa menatap
nanar.Ia ingin Lydhiana tetap di sampingnya. Entah keegoisan dari mana yang
melandanya.Tapi tetap.Ia tak ingin Lydhiana pergi saat ini. Diraihnya tangan
Lydhiana seolah berkata jangan pergi.
"Aku pasti bakal
balik kok, Yo.Kamu tunggu dulu ya.Aku pasti balik.Cuma sebentar kok."Rio
melonggarkan genggamannya.Membiarkan Lydhiana pergi."Aku pasti balik,
Yo.Pasti."
Rio terdiam.Ia menunduk.
Air matanya mengalir. Entah apa yang menjadikannya sangat cengeng seperti ini.
Satu hal yang pasti. Ia hanya ingin Lydhianatetap berada di sisinya saat ini.
***
"Jane! Hana!"
Lydhiana memanggil teman mereka yang sudah menunggu di depan ruang rawat Reina.
"Akhirnya lo dateng
juga Lyd."Hana lega.
"Ada apa?Kok bisa
gini?" Lydhiana sangat ingin tahu apa yang terjadi.
"Tadi...
***
Reina memasuki kelas XI
IPA 2 yang kini sangat kosong. Wajar, teman-temannya yang lain sedang berada di
labor bahasa. Reina melupakan buku bahasa inggrisnya dan berniat mengambilnya
di kelas. Saat Ia menuju mejanya. Sebuah kertas tertulis pesan singkat terletak
di atas mejanya."Temui aku di labor kimia sekarang.Ada hal penting yang
harus aku bilang ke kamu.-Bryan."Sebuah pesan yang kini menggiring Reina
ke labor kimia.
Lorong kelas sangat sepi.
Memang sekarang adalah jam pelajaran. Jadi tak ada siswa yang berkeliaran di
luar kelas.Reina tetap berjalan menuju labor kimia. Sesampainya di sana. Ia
langsung membuka pintu labordan...
BRUK!!!
Sebuah beda berat jatuh
tepat menimpa kepala Reina. Ia terjatuh, kehilangan kesadarannya.
***
"Yaampun Reinaa!
Siapa sih yang tega banget gitu?" Lydhiana kini mengasihani nasib malang
temannya itu.
"Han,
coba deh lo pikir.Pas kita di labor bahasa.Siapa aja coba yang gak
dikelas?"Jane mencoba menerka-nerka.
"Lydhiana, Zello lagi
lomba basket, Reina yang mau ngambil buku, dan..."Tiba-tiba Hana berhenti
ditengah pembicaraannya."Gak mungkin, Jane."Kini Hana menggelengkan
kepala nya.
"Lo mikir hal yang
sama kan sama gue. Iya, Han. Pasti dia pelakunya. Siapa lagi coba yang sirik
sama Reina?" Sepertinya Jane dan Hana memiliki satu nama untuk dicurigai.
"Kalian ngomong aja
berdua.Gak ada orang di sini nih. Iya gak ada orang.Cuma kalian
berdua"Lydhiana yang tak tau apa-apa merasa dianak tirikan oleh kedua
sahabatnya ini.
"Lyd, satu-satunya
orang yang gak ada di labor bahasa waktu itu cuma Tya, Lyd! Lo inget gak sih
pas hari kita main truth or dare? Tya kan sempet minta nomer Bryan. Menurut gue
Tya suka sama Bryan. Karena ngeliat Bryan sama Reina jadian, dia kesel. Berniat
buat bikin Reina celaka!"Jane menjelaskan sisi pemikirannya.Hana hanya
mengangguk tanda setuju.
"Kalian jangan asal
tuduh deh.Nanti dituntut loh atas pencemaran nama baik."Tak dapat
dipungkiri, Lydhiana sebenarnya juga setuju dengan analisis Jane tadi.
"Siapa lagi coba.Tya
cabut sebelum pelajaran bahasa inggris.Hari ini memang cuma labor kimia yang
gak ada isinya.Pelajaran pertama dia masuk kok.Gue yakin Lyd."Hana
menguatkan gagasan Jane barusan.
"Yaudahlah, masalah
itu kita atasi sehabis Reina sembuh.Sekarang kita berdoa untuk kebaikan Reina
aja dulu."Lydhiana berusaha bersikap netral dan tidak emosinal sekarang.
Karena terlalu sibuk
menjaga Reina.Lydhiana malah lupa dengan Rio.Ia lupa dengan janjinya yang akan
kembali. Ia lupa dengan kesakitan Rio yang dianggapnya sudah membaik. Padahal
Rio masih merasakan sakit yang tak tertahan.Ia hanya berusaha terlihat lebih
ceria di depan Lydhiana. Ia tak ingin Lydhiana sedih.
***
Esoknya.Lydhiana yang
masih berada di ruang rawat Reina terbangun berkat ringtone handphonenya yang
tak berhenti berbunyi.Nama Rio terpampang di layar handphonenya.Segera
diterimanya panggilan itu.
"Ada apa, Yo?"
Lydhiana berusaha menormalkan suaranya dan berusaha agar tidak terdengar
seperti Ia memang baru bangun dari tidurnya.
"Ini betul nak
Lydhiana? Temannya Rio? Segera ke kamar Rio."Sebuah suara milik seorang
wanita paruh baya yang didengarnya.Lydhiana segera berlari menuju kamar Rio.
Dilihatnya seorang lelaki
berpakaian putih menarik selimut Rio ke wajahnya.Sebuah pemandangan yang
seketika membuat Lydhiana meneteskan air matanya.
"Gak.Gak
mungkin.Tante.Rio kenapa?Rio kedinginan ya?Sampe harus ditutupi selimut gitu.
Iya kan, Tan! Jawab aku, Tan." Air mata ibunda Rio tumpah. Ia menggeleng.
"Sabar
ya."Lydhiana terhenyak.Di bukanya selimut yang sebenarnya hanyalah kain
putih yang menutupi muka Rio. Sebuah wajah pucat pasi dengan senyum yang Ia
lihat. Tangisnya makin menjadi-jadi.Rio telah pergi untuk selamanya.
***
Waktu berjalan begitu
saja.Kini Lydhiana sudah berada di pemakaman.Hingga selesai dikuburkan.Lydhiana
masih saja duduk ditepi pusara.Ia menatap nanar ke batu nisan di depannya. Kini
Ia punya sebuah janji yang tak akan pernah bisa Ia bayar. Sebuah janji bahwa Ia
akan kembali menemani Rio. Air matanya tak dapat dibendung.Ia menangis lagi.
Semua keluarga dan teman
Rio yang tadinya ikut menguburkan kini sudah berjalan menjauh.Hanya Lydhiana
dan ibunda Rio yang masih berada di sini.
Ibunda Rio menyodorkan
handphone Rio.Menunjukkan sebuah rekaman suara.Lalu pergi meninggalkan
Lydhiana.Diputarnya rekaman itu.Suara Rio yang sangat dirindukannya.
"Aku sayang kamu.Aku
sayang kamu.Aku sayang kamu.Aku sayang kamu.Lydhiana.Kembali lah.Kembali
lah.Jika tidak, susulah aku nanti di surga.Jika memang kamu tak bisa melihat ku
lagi di dunia.Temuilah aku nanti di surga. Tepati janji mu bahwa kamu akan
kembali kepada ku. Kembali lah kepada ku.Lydhiana. I love you, now and
forever."
Lydhiana menangis semakin
menjadi-jadi.Seseorang memperhatikan dari jauh.Rangga.Berjaga-jaga jika saja
Lydhiana sudah tak kuat menahan tangisnya.
"Maafin aku, Yo!
Maaf! Aku sayang kamu.Aku cinta kamu!" Kembali Ia terisak. Menangis hingga
langit terlelap.
* * *
Begitulah sejatinya manusia. Mereka akan menyadari
bahwa mereka memiliki sesuatu tepat pada saat mereka kehilangan sesuatu itu.
Sadarilah apa yang kamu miliki sekarang. Syukuri apa yang
kamu miliki. Sayangi apa yang kamu miliki. Hingga tak ada penyesalan saat kamu
kehilangannya.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar